Posted by : Rendezvous Rabu, 05 Maret 2014

Lalu disela-sela ceritanya aku bisa menangkap sebuah ekspresi seolah dia ingin berkata "Aku tidak apa apa melakukan semua ini, aku ikhlas, tapi terkadang aku ingin Ibu berubah, ia sudah lanjut, mungkin waktunya tidak banyak, aku ingin dia lebih banyak berkumpul dengan anak-anaknya, aku ingin dia lebih ceria, menghabiskan sisa hidupnya dengan memilih untuk bahagia, walau banyak duka dan luka yang ada"

Pelan tapi pasti aku juga berbagi ceritaku dengannya bahwa aku punya seorang nenek yang bernama "Jariyem", ia memang nenek yang sederhana yang memilih untuk hidup sederhana. Sama, dia juga telah lanjut usia, suaminya telah tiada, dan dirumahnya ia hanya hidup sebatang kara. Terkadang ada rasa haru yang memaksa hati untuk berkata "Ibu, kenapa ibu tidak hidup bersama kami saja? aku ingin membaktikan hidupku juga kepada Ibu". Namun mendengar hal itu Mbah Jariyem hanya tersenyum sederhana, "Dadi wong urip yo sing sederhana wae, ga susah ngerepotke wong lia" (maksudnya ia ingin hidup sederhana saja, dia tidak ingin merepotkan anak-anaknya dengan tinggal bersama mereka, walaupun sebenarnya ia tahu bahwa anaknya pun kalau semisal ia melakukan itu, mereka tidak akan keberatan dan tidak akan merasa direpotkan). Mbah Jariyem juga pernah bercerita bahwa ia bahagia dengan kehidupan sederhana ditengah desa, walaupun ia sendirian, Alhamdullilah tetangganya masih peduli, walau ia sendirian, Alhamdulillah ia masih sehat walafiat, dia berusaha untuk mencukupi hidupnya sendiri dan berusaha untuk tidak merepotkan orang lain. Ia mengisi sisa hidupnya untuk bermesra kepada yang Maha Kuasa, pengajian, bandungan, tadarus, dan berbagai bentuk kehidupan islami yang dulunya juga ia tekuni sewaktu masih gadis. Dengan begitu dia tidak akan merasa kesepian, dengan begitu ia akan lebih sehat daripada hanya sekadar dirumah saja, dengan begitu dia tidak akan merasa seolah terpenjara di dalam kehidupan, dengan begitu ia bisa hidup sehidup-hidupnya di sisa hayatnya, dengan begitu ia bisa membayar bonus umur yang diberikan Allah (umur manusia kan rata-rata 60 tahun, nah nenekku sudah 80 tahun sekarang)

Memang ia tidak bisa berbuat banyak seperti halnya para lansia di barat yang masih tetap produktif, tidak pula sehebat "Margaret Tacher" dalam mengelola negara, tapi menurutku di dalam kesederhanaannya dia adalah yang terbaik di keluarga kami. Nenek selalu berpesan, bahwa "Hidup ini terlalu singkat untuk berhenti berusaha, untuk saling membenci, untuk menghardik yang lain, sudahlah hidup memang terlalu singkat bahkan untuk sebuah kata maaf dan penyesalan". Wajahku memang tegar saat menerima wejangan-wejangannya, namun hatiku terkentuk, benar benar keras, dadaku sesak, dan tenggorokannku selalu terkunci, tak ada sepatah kata yang bisa terucap, hanya anggukan pelan. "Uripo dadi wong mulyo nak, ojo dadi wong durhoko (durhaka)". Allah memberikan kita sesuatu lebih dari cukup, jadi ambilah secukupnya dan bagikan sebagian lainnya. Entah dimana lagi aku bisa menemui orang bijak seperti dia. Nenek juga selalu berpesan untuk hidup sederhana saja, sederhana bukan berarti miskin tapi cukup, tidak kurang dan jangan berlebihan. Sederhana bukan berarti tanpa makna menurutnya. Sederhana bukan biasa saja. Sederhana bukan hanya masalah gaya hidup tapi pemahaman yang benar mengenai hidup itu sendiri.

Ceritaku mungkin memang tidak begitu menarik bagi semua orang tapi entah apa Pak Bambang merasa tidak bosan mendengarkanku, bahkan ia yang tadinya memandangku sebelah jidat (eh mata) hatinya mulai terbuka dan menanyakan apa saranku terhadap kehidupannya. Aku yang ditanya hanya diam sambil berfikir, tak banyak yang kuberikan hanya beberapa kalimat yang sebenarnya sudah diturunkan kepadaku, "Manusia tidak pernah bisa lari dari takdirnya, walaupun mereka sampai batasan tertentu bisa mengubah jalan ceritanya, begitu juga dengan hakikat seorang Ibu, tidak akan ada yang bisa menggantikan mereka, walaupun Ibu tidak pernah menuntut apa apa dari kita, tapi suatu keharusan bagi kita untuk mengabdikan diri pada Ibu. Jika manusia tidak bisa mengubah dengan usaha, maka disaat itulah Allah berfirman "Berdoalah padaku niscaya AKU akan mengabulkannya, ingatlah AKU maka AKU akan mengingatmu, ingatlah AKU maka AKU akan mengingatkanmu", doakan saja semoga Ibu berubah, Hanya Allah yang bisa membuka tutup dan membolak-balikan hati manusia, pak". Aku tidak punya saran apapun, aku hanya menyampaikan apa yang pernah aku dengar dan Pak Bambang mengangguk pelan. Ia terdiam, memandangi gerbong kereta sembari terduduk memegangi bantalnya erat-erat. Aku mengalihkan pandanganku, memberikan dia waktu berpikir. Tak berselang lama Kebumen telah kudapati, ada sedikit rasa sesal didadaku, "Kenapa aku tidak menanyakan bagaimana menurut dia?".

Aku selalu percaya bahwa pertemuan selalu terjadi karena sebuah alasan, begitu pula pertemuanku dengan Pak Bambang. Dari sekian banyak penumpang, kenapa dia yang duduk disebelahku? Dan kenapa dia membagi ceritanya denganku? Seolah menggambarkan sebuah skenario yang indah dalam satu episode singkat kehidupan. Di depan Stasiun aku berhenti sejenak, ku lihat dia telah beranjak untuk pergi, di sela-sela akhir waktunya ia sempatkan melambaikan tangan dan tersenyum lebar tanpa sepatah katapun. "Aku hanya tersenyum lepas sembari membalas lambaian tangannya", Aku puas, Aku telah melakukan peranku dan sisanya adalah perannya (Pak Bambang) dalam melanjutkan hidupnya bersama Ibunya. Aku memandangi langit bertabur bintang malam itu, tepat 03.25 aku langkahkan kakiku keluar stasiun untuk memainkan peranku yang lainnya. "Sisanya aku serahkan pada-Mu"

"Semua orang berubah, tapi kali ini berkat Skenario Tuhan yang Indah"

By: Arflaams

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 AlL-A.M - Shingeki No Kyojin - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -