Jika kalian ingin berkenalan dengan guru2 terbaik, maka datanglah ke sekolah2 di pelosok. Saya pernah datang, menumpang shalat jum'at di masjid salah-satu sekolah tersebut. Khatib naik mimbar, tampilannya amat sederhana, wajahnya teduh, usianya berbilang 40. Suaranya lembut, tidak banyak naik-turun, cukup mengalir. Tidak perlu habis2an bergaya, cukup sistematis dan mudah dipahami. Apalagi, tidak perlu berapi-api, seluruh ceramahnya sudah sangat bertenaga. Dan tidak perlu membahas tentang topik super seru, cukup tentang kebaikan, dan seluruh masjid terdiam mendengarkan, satu-dua menghela nafas, satu-dua menyeka air mata di pipi.
Itulah salah-satu guru yang budiman. Ilmunya tinggi--saya sempatkan bertanya ke salah-satu jamaah, wahai, siapa gerangan yang tadi khatib. Dijawab pendek, "salah satu guru kami." Bertanya lagi, "Lulusan mana?" Dijawab sambil senyum simpul, "Al-Azhar Kairo." Tak terbayangkan, guru ini, lulusan perguruan tinggi ternama di dunia, hafiz Qur'an pula, bagaimana mungkin dia tidak pernah muncul di televisi? Bagaimana mungkin dia tidak dikenal orang jutaan orang? Yang kemudian, bahkan saat kita untuk mengundangnya, kita harus antri berbulan2 karena jadwalnya penuh. Bagaimana mungkin dia hanya jadi guru di sekolah ini? Sekolah yang bahkan jauh dari hiruk pikuk kota. Bisa ditemui siapapun oleh murid2nya yang beruntung, bisa bertanya banyak hal, dan saat berjalan bersisian, dia tidak ubahnya seperti tetangga sebelah rumah.
Guru-guru terbaik ini masih ada. Mereka bekerja dengan tulus di setiap penjuru dunia ini. Tidak jauh dari kita jaraknya, bahkan boleh jadi ada di "halaman rumah" sendiri. Tapi kita sering abai, lebih suka gemerlap ilmu dari guru selebritis. Yang konon katanya guru yang mulia, tapi justeru berseliweran di acara gosip. Yang konon katanya memang begitulah cara terkini berdakwah, hingga tak bisa lagi dipisahkan mana baik mana yang buruk, mana teladan mana yang menyesatkan.
Tidak semua dari kita berkesempatan meluangkan waktu untuk mencari ilmu lagi. Maka jika kita tidak sempat lagi berguru dengan guru2 terbaik ini, masih ada cara lain, dengan membaca. Itu juga alternatif efektif menimba ilmu. Yang sedang banyak pikiran, ambillah buku2 dari guru besar Imam Ghazali, belajar tentang perasaan. Yang sedang susah hatinya, jangan lupakan buku2 Imam Syafii, Imam2 lainnya. Sungguh banyak mutiara kehidupan dari mereka. Inilah bacaan2 yang baik nan lurus. Ini bukan sejenis buku2 populer yang disertai cap "best seller", juga tidak disertai bombastis judul, tips2, yang sebenarnya tujuannya jualan saja.
Belajarlah dari guru2 terbaik di sekitar kita, baik secara langsung ataupun lewat perantara buku2, maka insya Allah, kita akan punya kesempatan memahami banyak hal dengan cara terbaiknya.
Sumber: Tere Liye