Posted by : Rendezvous
Kamis, 27 Maret 2014
Jika generasi muda adalah ujung tombak dari sebuah peradaban, maka wanita (terutama ibu) adalah bilah bambu yang menopang mereka dengan segala daya dan upaya. Mendorong ujung-ujung tombak itu untuk terus maju, mengukir makna dalam kabut asa.
Salah satu pesan yang Ibu saya sering sampaikan (dalam bahasa Jawa) adalah, "nek leyehe bentet, sambele kecret." Jujur saya sulit menemukan kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang tepat untuk menerjemahkan pesan Ibu saya. Tapi point yang ingin Ibu saya sampaikan adalah bahwa kitalah, wanita, yang akan menjadi 'wadah' pencetak generasi penerus. Generasi yang akan menentukan kualitas dari peradaban suatu bangsa. Ketika kita sebagai wanita telah 'rusak', baik itu dari segi perilaku maupun pola pikir, maka sulit untuk mencetak generasi yang 'tidak rusak'. Sederhananya, hampir tidak mungkin kita mencetak puding berbentuk bunga jika loyang yang kita pakai berbentuk daun. Maka konsep wanita sebagai 'wadah' menurut saya adalah konsep luar biasa yang ibu saya gunakan untuk mengajarkan pada saya tentang pentingnya peran wanita, termasuk saya, dalam mencetak generasi yang baik, sehingga mampu menciptakan peradaban yang baik pula.
Seorang tokoh wanita nasional, pagi ini sukses membuat saya terpesona. Dari semua tokoh wanita yang menuliskan testimoni pada halaman web sebuah situs onlineshop, dia adalah satu-satunya wanita yang menurut saya memiliki sudut pandang luar biasa dalam memaknai perannya sebagai seorang wanita.
Sumber: http://qikioo.blogspot.com/2014/03/karena-wanita.html