Posted by : Rendezvous
Minggu, 28 Desember 2014
Dalam opiniku sendiri tentang apa itu kesatria piningit, hanya satu kata yang terpikir "Kesendirian". Yah seperti kesatria dan pahlawan lainnya, aku pikir musuh utama mereka bukanlah semata kejahatan, tapi kesendirian. No one understand them, how they feel, what they have struggle, what their responsibilities, and what kind of harsh fate they must bear.
Jika aku boleh berpendapat, kesatria ketujuh belum sepenuhnya dewasa sekarang, mungkin benar apa kata guru, sekarang ia sedang mengemban misi menuju apa yang seharusnya ia ada untuk ditakdirkan (maksudku alasan penciptaanya). Tentu saja alasan penciptaanya berbeda dengan manusia yang lainnya, bukan hanya untuk menyembah Allah tapi untuk membuktikan eksistensi Allah dan menjadi Tangan kanan bagi kebaikan.
a Akan ada dewa berbadan manusia (Bait 159)
Menurutku kesatria piningit hakikatnya adalah manusia, hanya saja dia istimewa. Ia masih merasakan apa yang dirasakan manusia, bahkan ia juga masih bersinggungan dengan garis kehidupan (Artinya dia bisa mati kapan saja, tapi pada akhirnya kebaikan hati Allah membuatnya hidup lebih lama, setidaknya sampai semua tugasnya selesai)
Berparas seperti Kresna dan Berwatak seperti Baladewa.
Menurutku ini dalam artian fisik maupun psikis. Maksudnya, mungkin benar sang kesatria berwajah sangat tampan (Kresna) dan sangat saklek atau tegas (Baladewa). Jika diingat ingat baik Kresna maupun Baladewa, keduanya bersaudara dan saling membantu sama lain, maka bukan tidak mungkin Kresna yang baik hati dan bijaksana dan Baladewa yang tegas dan pemberani bisa menyatu dalam kepribadian sang kesatria. Aku pikir, seorang pemimpin memang harus tegas, tapi disisi lain ia juga harus menunjukan kasih sayangnya dan kebijaksanaan kepada rakyatnya. Ia tidak bisa memerintah dengan bertangan besi, namun ia juga tidak bisa memerintah hanya dengan nasihat. Sabda-nya harus bijak dan tegas. itu menurutku.
Bersenjata Trisula Weda:
Banyak pengartian tentang tafsir ini menurutku, pertama, ia mampu memahami tiga hal yang menjadi aturan Tuhan. Pertama Tuhan menciptakan sesuatu tidak selalu dengan satu hukum, justru dia menciptakan sesuatu untuk menciptakan hukum, sebagai sebuah contoh penciptaan manusia yang kemudian melandasi adanya pemahaman bahwa manusia harus beribadah kepada Tuhan. Pengartiannya sederhana, Tuhan terkadang memang menciptakan sesuatu tanpa ada alasan, jikapun ia memang menciptakan banyak hal dengan alasan dan penjesalan, terkadang kita tidak mengerti dan paham akan hal itu, itulah hakikat yang pertama, "Tabir". Hukum Kedua, adalah sistem, Tuhan menciptakan sebuah sistem bagi manusia, mempermudah mereka memahami hakikat kehidupan, tentang bagaimana mereka harus bertahan hidup, mencukupi kebutuhan hidup mereka, beradaptasi dengan alam, dll, semua itu terakum dalam pemahaman manusia yang disebut dengan sistem. Sederhana, sebagai sebuah contoh jika kita ingin tetap hidup kita harus makan, jika kita ingin menjadi kaya kita harus bekerja dll. Walau dalam beberapa hal Tuhan juga menciptakan apa yang disebut dengan keistimewaan dan pengecualian, itulah yang disebut dengan hukum ketiga "Kun Fayakun". Dalam pengertian Kun Fayakun, manusia terkadang bertanya tanya kenapa hal itu bisa terjadi bahkan tanpa ada penjelasan yang logis, kenapa hal ini bisa demikian padahal sistem berkata berbeda dll. Tuhan itu istimewa, Ia tidak perlu selalu masuk kedalam sistem yang ia buat, apalagi sistem buatan manusia, Ia hanya perlu berkata Kun Fayakun! Maka jadilah.
Trisula Weda sang kesatria juga mengarahkan pemahaman lebih dalam pada IQ, EQ, dan SQ. Manusia yang sempurna selalu memiliki ketiganya, walau sang kesatria sendiri menurutku tidak menggunakan kata kesempurnaan untuk menggambarkan dirinya sendiri, tapi paling tidak ia memahami hal itu. Merangkum penjelasan diatas, bahwa Trisula Weda melambangkan bahwa setidaknya ada tiga hal yakni Takdir dan Tuhan dengan ditengahnya ada manusia. Sederhana, manusia bisa mengubah takdir mereka sampai tingkatan tertentu, ya dengan izin Tuhan juga tentunya. Ia memahami hakikat eksistensi manusia, semua itu tergambar jelas di garis tangan takdir di telapak tangan kirinya, Pengabdian, Kesaktian, dan Kebijaksanaan.
b. Sakti Mandraguna tanpa Aji-Aji (Bait 162)
Ia berbeda dengan yang lain, begitu pula apa yang disebut dengan kesaktian. Jika memang ia memilikinya itu adalah berkah dari Allah, artinya itu bukanlah kesaktian tapi Makrifat. Sesuatu yang diberikan langsung oleh Allah, tanpa peratara jin, malaikat, iblis, dsb. Itu bukan kesaktian, bukan pula semacam mukjizat karena mukjizat hanya milik para nabi, itu Makrifat.
c. Pandai meramal seperti dewa, dapat mengetahui lahirnya kakek, buyut dst, seolah olah ia lahir di waktu yang sama , tidak bisa ditipu karena dapat membaca isi hati, bijak cermat, sakti, mengerti sebelum terjadi, memahami perputaran roda Jaman Jawa, mengerti garis hidup setiap umat, dan tidak khawatir tertelan Zaman (bait 167)
Semuanya Atas izin Allah. Menurutku pemahaman tingkat Makrifat bisa memberikan pengetahuan tentang arti penciptaan, hal ini juga sekaligus menegaskan bahwa tabir-tabir ghaib dan magis yang tidak dipahami oleh manusia bisa ia pahami sendiri termasuk masa depan, baik secara logis maupun magis. Seolah sang kesatria tidak hidup untuk pertama kalinya, entah sudah kesekian kali ia dipanggil dan hidup lagi di dunia, terkadang ia merasa bosan dan lelah dalam membina manusia, tapi kecintaanya pada masyarakat Jawa selalu melandasi pengabdiannya kepada Negara. Ia tau bahwa masa depan adalah tabir, tidak semuanya bisa dilihat dan ia juga paham bahwa tidak semua yang ia lihat bisa ia ubah, ada beberapa hal yang telah dan memang menjadi garis takdir manusia dan semesta, bahkan mungkin Allah juga berfirman kepadanya "Diantara yang kamu lihat, tidak bisa semuanya kamu ubah dan diantara yang bisa kamu ubah, tidak semuanya membawa kebaikan. Terkadang diantara kamu hanya percaya tentang apa yang mereka lihat, padahal sesungguhnya apa yang tidak mereka lihat jauh lebih besar dari apa yang mereka lihat. Sesungguhnya itu hanya keterbatasan manusia diantara kamu, untuk percaya tentang apa yang tidak kamu lihat, termasuk Aku"
d. Oleh Sebab itu carilah satria yatim piatu, tak bersanak saudara, sudah lulus weda Jawa, hanya berpedoman pada trisula, ujung trisulanya sangat tajam membawa maut dan hutang nyawa, yang tengah pantang merugikan orang lain, yang kiri dan kanan menolak pencurian dan kejahatan (bait 168)
Menurutku tafsir ini bukan lah secara harfiah demikian, seperti yang telah aku sebutkan sebelumya bahwa kesatria piningit punya keluarga dan bahkan mungkin saudara, tapi walau bagaimanapun itu ia sadar bahwa bahkan keluarganya sekalipun tidak akan mencapai tingkatan kesepahaman yang sama dengannya.Harga yang harus dibayar untuk menjadi seorang yang istimewa adalah kesendirian dan ia paham akan hal itu. Lulus weda Jawa, ia paham tentang apa yang dimaksudkan dengan kebijaksanaan Jawa, tentang kenapa masyarakat Jawa yang asli membawa kemakmuran di Nusantara, mengapa mereka yang walaupun tanahnya berlimpah, hartanya bertumpah, dan kuasanya tak terbantah, masih mau bersanding dengan rakyat dan bahkan sesamanya hanya untuk bercengkerama. Ia sadar bahwa tradisi Jawa kekinian telah banyak berubah, oleh karena itu ia berusaha mempelajari lagi tentang apa yang ada di dalam Kebijaksanaan Jawa (Wiseman). Ia tidak percaya pada siapapun, ia hanya percaya pada Allah dan prinsip yang ia pegang teguh, ia paham bahwa pemimpin adalah orang yang paling berdosa dan paling pertama menanggung dosa semuanya. Seperti layaknya Isa Almasih yang menanggung dosa dan ketidapahaman dari masyarakat dan umatnya kala itu, sekali lagi ia sendirian dan menanggung segala beban, itulah eksistensi dari sang kesatria. Ia juga paham bahwa tidak semua perubahan dapat dilakukan dengan jalan damai dan terpuji, itulah kenapa peperangan masih bisa terjadi di dunia, ia menerima dosa itu, dan menerima takdir bahwa ia tidak akan terlepas dari dosa itu, diantara trisulanya akan membawa nyawa-nyawa pendosa itu, bersama dengan kesalahan dan dosa mereka dalam tanggungannya sendiri, ia membunuh dan menanggung dosa mereka, ia mengubah dan tidak menerima apa apa, itulah hakikat sang kesatria. Ia tidak akan merugikan orang lain, tidak pula menghambat, dan meremehkan orang lain, ia hanya ingin berbuat kebaikan dan membawa perubahan, itu hakikat diri sang kesatria.
e. Senang menggoda dan meminta secara nista (bait 169)
Seperti yang lain, walau istimewa, ia juga manusia. Ia membutuhkan kasih sayang, membutuhkan gurauan, dan sering menguji keyakinan dan keimanan para manusia. Seolah ia telah tau apa yang akan terjadi tapi ia tetap memberikan kesempatan bagi manusia untuk memilih apa yang akan terjadi. Itu bagian dari makrifat yang diberikan Allah, "Allah sebenarnya telah jauh lebih tau tentang apa yang akan terjadi pada manusia, tapi Allah tetap memberikan kesempatan bagi manusia untuk mengubah takdirnya sendiri, sungguh betapa bijaksananya Allah". Menurutku sang kesatria juga memiliki salah satu sifat yang sangat penting yakni "lively" kehidupannya memang tidak mudah, tapi ia selalu memberikan kemudahan. Ia masih suka bercanda, bersenang-senang, bergurau, berlagak misterius, terkadang marah, terkadang manja dst. Sebuah desain manusia istimewa yang bahkan tidak ada seorangpun yang akan mengira bahwa dia istimewa, tapi justru karena itulah dia istimewa.
f. Diterangkan jelas bayang-bayang menjadi terang benderang (bait 170)
Seperti yang telah aku jelaskan sebelumnya bahwa makrifatnya telah menembus semua tabir, ia mengerti tentang alasan Sukarno melakukan pengangkatan dirinya sebagai Presiden di dalam skema Demokrasi terpimpin, ketika semua manusia justru beranggapan bahwa Sukarno adalah seorang diktator dan idealisme dengan ideologi komunismenya. Ia tau dan paham bahwa harus ada seseorang yang menanggung kesalahan dan dosa, Sukarno melakukan itu bersama dengan sifat kesatria nya dan segala kehormatannya, membuat sebuah analogi bahwa ia yang bersalah, mempersatukan masyarakat untuk menentangnya dan memberikan pengalaman tentang apa yang terjadi dalam sejarah tidak selalu benar terjadi dalam realitasnya.
Ia paham tentang kenapa Suharto berusaha memimpin Indonesia sampai 32 tahun walau ia kemudian ditunjuk sebagai diktatorian baru yang otoriter, kalau seandainya Indonesia tidak mengalami hal itu beberapa puluh tahun yang lalu, mungkin sekarang Indonesia tidak akan maju dan tidak akan lebih baik, mungkin sekarang Indonesia masih dipimpin dalam sebuah skema kediktatoran berkepanjangan yang justru lebih menyakitkan dan lebih kejam, harus ada yang mengajarkan tentang arti keburukan sebelum semuanya mengerti apa yang baik untuk dilakukan.
Ia tau sebuah dilema yang dialami oleh Habibie dalam memberikan kebebasan atau justru melepaskan tanggung jawab ketika ia harus berurusan dengan masalah timor timur, rakyat harus belajar bahwa diantara tanggung jawab ada sebuah kebebasan memilih dan diantara kebebasan memilih ada sebuah tanggung jawab, Habibie paham itu dan memilih keduanya serta menanggung dosanya hingga sekarang. Sang kesatria paham tentang bagaimana Kejujuran, Kesederhanaan, dan Kewibawaan seorang Abdurahman Wahid, ia memutuskan untuk tetap mengemban tugas padahal ia sendiri tau bahwa takdir tetap tidak akan bisa ia ubah. Ia tau bahwa Gus Dur punya sasmita yang bisa membaca tentang apa yang terjadi dimasa depan tapi ia juga tau bahwa Gus Dur, walau sebijak apapun dia, ia tetap tidak akan bisa mengubah takdir itu, dan walaupun seorang Gus Dur tidak bisa mengubah takdir itu, ia tetap mengemban amanah dan tersenyum sampai akhir, walau banyak orang yang mencaci kesederhanaan dan kejujurannya.
Ia Paham tentang apa yang dilakukan oleh Megawati, ia berusaha mengingatkan masyarakat bahwa Indonesia ada karena jasa para pendahulu mereka, harap jangan lupakan hal itu. Ia juga paham bahwa walau bagaimanapun seorang keturunan ningrat tidak selamanya bisa berbuat sesuai dengan kewibawaan, dilema diantara kita tidak boleh terjebak dalam nostagia sejarah masa lampau (maksudnya nostalgia tentang kisah kepahlawanan Sukarno) tapi kita juga tidak boleh melupakan sejarah. Kita harus tetap maju dan belajar dari sejarah, itu yang berusaha Megawati ajarkan.
Ia paham tentang apa yang telah dilakukan oleh Seorang SBY, ia berusaha membuka sebuah gapura dan tabir yang selama ini tersembunyi bagi Indonesia. Ia paham bahwa SBY telah berjuang, walau tidak semua perjuangan yang ia lakukan membawa hasil, bahkan hasil yang baik. Terlepas semua itu, SBY tetap berjuang, walaupun ia juga sama seperti kesatria lainnya, kesepian, dihormati tapi manusia diantaranya tidak mengerti apa apa tentang SBY, hidup dalam penghormatan tapi penuh dengan cacian dan kepalsuan. SBY tau itu, tapi ia tetap tersenyum, sang kesatria tau itu tapi ia mungkin belum sempat mengucap terima kasih kepada SBY tentang apa yang ia lakukan di tanah Jawa ketika sang kesatria ketujuh masih belum sampai pada waktunya untuk memimpin.
Bahkan mungkin dengan kondisi sekarang dimana seorang Jokowi dianggap sebagai titisan kesatria ketujuh, sang kesatria piningit ketujuh tetap tidak keberatan, toh kalaupun suatu saat itu benar terbukti itu berarti tugasnya mungkin lebih berat daripada tugas sang kesatria tujuh yang sebenarnya. Toh kalau tidak terbukti, berarti perjuangan kesatria ketujuh yang asli belum berakhir. "Ini semua terserah Allah, tapi dimanapun dan kapanpun Allah ingin aku untuk lakukan, aku akan selalu siap" ini mungkin sebuah kata yang terselip dibenak kesatria ketujuh. Dan walaupun suatu saat ia membuktikan pada dirinya sendiri bahwa apa yang ia percayai benar, mungkin orang dan manusia tidak akan ada yang mengerti, toh hakikatnya seorang kesatria apalagi yang dipingit memang akan tersembunyi. Seorang pahlawan yang tidak mau disebut pahlawan, seorang kesatria yang tidak mau disebut paling berjasa, seorang raja tanpa mahkota, seorang manusia yang terlahir istimewa, aku rasa itu hakikat kesatria ketujuh. Mewarisi semua apa yang ada di ke-enam sebelumnya, menanggung tanggung jawab dan dosa yang lebih besar dengan perjuangan atas kehormatan dan bukan penghormatan.
g. Hanya satu ini yang dapat memberi petunjuk dan arti tentang ramalan saya (bait 171)
Dialah kesatria piningit. Ia dengan mudahnya memberikan sebuah penjelasan dan menyibak ketidaktahuan. Ia tau bahwa "Seorang Kesatria dapat menjadi Seorang Kesatria bukan semata karena takdirnya, tapi ia menjadi Seorang Kesatria juga karena ia sendiri mentakdirkannya. Walau bagaimanapun takdir itu, Trisula tetap tidak akan berubah, ia mensyaratkan ada sebuah garis tengah dimana manusia tetap bisa bertindak dan berusaha sebelum Tuhan menentukan takdirnya. Pengalaman tentang ke-enam pendahulunya membuat ia lebih bijak dari siapapun, membuatnya lebih mengerti dari siapapun, membuatnya lebih bertanggung jawab dari siapapun, dan membuatnya sendiri dari siapapun"
Dan walau ia telah berjuang, tidak akan ada yang tau, dan walau ia telah berhasil, tidak akan ada yang mengakuinya, ia tersembunyi, tapi tetap mengabdi, ia raja tapi berbaur dengan sesama, ia menanggung tanggung jawab dan dosa paling besar, tapi ia menolak untuk disebut kesatria. Dialah Kesatria Pinandhita Sinisihan Wahyu, seorang kesatria ketujuh yang mewarisi kekuasaan seluas Kerajaan Majapahit, seorang Raja tanpa Mahkota.
Semoga, Sang Kesatria bisa menemukan jalannya kembali ke Tanah Jawa dan Memimpin Indonesia, aamiin
***