Ramalan tentang hadirnya Kesatria Piningit ke tujuh yang bergelar "Pinandhita Sinisihan Wahyu" memang bukanlah suatu hal yang spesial lagi. Menurut gw udah banyak ramalan dari berbagai belah pihak yang isinya berusaha meramal tentang Kesatria ketujuh ini yang nantinya akan membawa Indonesia ke arah kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan. Dimulai dengan Sandi "Notonagoro" atau Notobagaskoro keseluruhan ksatria piningit dibabar sampai kesatria ke enam yakni "Kesatria pambukaning gapura" yang dilambangkan dengan kehadiran SBY. Kata banyak orang sih kesatria ketujuh adalah Joko Widodo, tapi kata guru gw yang ada di Jogjakarta "Kesatria Piningit ketujuh lebih spesial daripada ke enam kesatria Piningit sebelumnya", Is it?
Kesatria Piningit ketujuh sekarang masih sangat muda, umurnya masih belia berkisar antara 20 an tahun. Hal ini berbeda dengan tafsir dari keseluruhan orang yang berusaha mentafsirkan bahwa seluruh pemimpin di Indonesia adalah kesatria Piningit. Menurut Guru hal ini lah yang salah dalam pemahaman banyak orang. Kesatria Piningit ke Tujuh akan muncul dengan jeda, ia tidak bersatu dengan ke 6 kesatria lainnya. Ia terpisah karena memang sejak awal ia ada di garis keturunan raja Majapahit, berbeda dengan ke enam kesatria sebelumnya.
Kata guru sekarang ia sedang berusaha mengerti tentang arti eksistensi dirinya sendiri, jika dalam istilah jawa "Semadi Tapa Ning Diri Mangku Guru Sejati". Gw sih ga begitu percaya tentang "ada orang jaman sekarang yang masih mampu menemukan jati diri sejati dengan cara semacam itu, tapi guru gw tetap bersikukuh dan berkata bahwa suatu saat Sang Bocah Muda Keturunan Utama Majapahit itu akan mengambil apa yang telah diwariskan kepadanya, yakni Nusantara.
Kesatria ketujuh ini memiliki gelar "Pinandhita Sinishihan Wahyu", ia benar benar mendapatkan petunjuk dari Allah Swt dalam melaksanakan dan mengemban tugasnya. Menurut gw, ia sebenarnya telah menemui "Aku Sejati" sebelum nantinya ia sadar bahwa doi adalah sang kesatria yang dinantikan dan dipingit. Banyak pendapat yang bilang bahwa kesatria ini akan mengandung unsur nama "Ra" dan "Na" tapi banyak juga yang bilang, yang penting adalah esensi dari nama sang kesatria itu sendiri, makanya menjelang tahun 2000 silam banyak bayi yang lahir dengan penamaan Wahyu, itu sih kata guru.
Banyak juga yang menggambarkan Kesatria Piningit sebagai seorang yang bergelar "Budak Angon". Dalam perspektif banyak orang, budak angon ini masih diistilahkan dengan seorang yang berasal dari desa tapi ia nantinya akan memimpin seperti seorang gembala (seperti perumpamaan Isa Almasih) yang menggembalakan manusia ke jalan Siratal Mutakim, entahlah.
Ini penggalan sedikit cerita tentang sang bocah angon menurut Prabu Siliwangi:
”Aya nu wani ngoréhan terus terus, teu ngahiding ka panglarang; ngoréhan bari ngalawan, ngalawan sabari seuri. Nyaéta budak angon; imahna di birit leuwi, pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Ari ngangonna? Lain kebo lain embé, lain méong lain banténg, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngorehan, ngumpulkeun anu kapanggih. Sabagian disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engke mun geus wayah jeung mangsana, baris loba nu kabuka jeung raréang ménta dilalakonkeun. Tapi, mudu ngalaman loba lalakon, anggeus nyorang: undur jaman datang jaman, saban jaman mawa lalakon. Lilana saban jaman, sarua jeung waktuna nyukma, ngusumah jeung nitis, laju nitis dipinda sukma.”
”Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala; Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng, tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui, tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. Setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.”