After Last three post I've just say and spill the beans like a stupei haha, now I've learn much more better about things and looks like it is start to be under control now. Ya, sebenarnya logikanya sederhana, jika cinta itu sempurna dan menyempurnakan maka hakikat cinta sendiri adalah berusaha lebih baik. Layaknya dua sisi koin yang berbeda namun bersinggugan antara satu dengan yang lainnya, lawan kata dari cinta adalah benci tapi lawan makna nya adalah "ketidak-pedulian". Benci dan ketidakpedulian adalah dua hal yang berbeda dalam satu proses yang sama menurutku.
Kadang di dalam sebuah hubungan terselip rasa suka entah itu rasa suka karena tampilan fisik ibarat hardware atau kepribadian seseorang ibarat software dan potensi seseorang ibaratnya sih maintenance. ketiga element penting inilah yang menyusun individu dalam sebuah kesatuan yang utuh, walaupun dalam kebijaksanaan jawa lainnya juga disebutkan adanya "bibit" atau Pabrik asal muasalnya, tapi untuk sekarang mari kita kesampingkan itu. Jika melihat seorang individu secara utuh, terutama lawan jenis, dalam pandanganku sendiri, kebanyakan perempuan hanya melihat tampilan fisik atau terjebak dalam nostalgia gemerlap tampilan fisik laki-laki, walau hal yang sama juga terjadi pada laki-laki, okay lah let be fair, we men see women from the top to the down, mata lelaki dewasa biasanya sangat jeli, mulai dari kualitas muka, dada itu, perut, pinggul, paha, hingga jenjang kaki, don't say I pervert, I just being honest, dan jangan munafik, laki-laki dan perempuan pasti mengharapkan pasangan yang baik tapi . . . . bukan hanya secara fisik, okay? Bukan hanya mobilnya doang, handphone nya doang, atau isi koceknya doang.
Software atau kepribadian juga ga kalah pentingnya dalam menambahkan kriteria pasangan, hal ini termasuk kepercayaan dan agama, karena agama dalam pandangan "wiseman" bukan hanya sebuah identitas dan cara peribadatan saja, namun orang yang mendalami agamanya dengan baik pasti mengerti "Cara memahami hidup, hubungan, hukum, dan tujuan dari ketuhanan itu sendiri". Islam misalnya bukan hanya memberikan kita pemahaman mengenai arti kehidupan, namun juga permasalahan ketuhanan, kenapa sih kita solat? Simple word to say, sebenarnya Allah ga butuh solat kita, serius deh, kita itu siapa sih? sampai-sampai Allah membutuhkan kita? Hahaha kita cuman ciptaanya aja, kitalah yang membutuhkan Allah, tapi mari kita kesampingkan fokus ini dalam bahasan yang lain, okay? Singkat katanya gimana? Sofware bukan hanya SQ semata namun juga IQ dan EQ, ketiganya menjadi sebuah kesatuan individu dan menyempurnakan individu tersebut. Bisa saja orang bersembunyi dalam kedok agamanya saja (Baca: STMJ - Solat Taat Maksiat Jalan), tapi yang perlu diperhatikan disini adalah tentang "kesehariannya" atau daily karakter orang tersebut. Mulai dari kepedulian, tingkat kepercayaan diri, self control (kontrol emosi, kontrol prioritas), pola hubungan dengan teman, bla bla bla, visi kedepan juga merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan, dan kadang baik cowok atau cewek "miss" disini, kenapa? Karena mereka ga bisa lihat "Potensi dari pasangan mereka"
Bebicara tentang "Potensi", dua variabel yang mempengaruhi disini adalah "Effort" dan "Time". Kadang baik cowo dan cewe dalam melihat pasangan (terutama para alay dalam pacaran) ga bisa melihat Potensi dari lawan mainnya. "Kan katanya cinta itu apa adanya, kan katanya cinta itu menerima" - Hoy! Dengerin lagunya "tulus" dulu deh, Jangan cintai aku apa adanya! Potensi menjadi unsur yang penting karena ada orang keren yang emang keren dari awal tapi ga berubah dan berkembang sampai akhir, tapi ada juga seorang pengecut yang justru jadi pahlawan diakhir cerita. Why? Because they have a growth and grown! Jangan tertipu pada imaji semu pasangan, kalau potensi mereka NOL! Kalau boleh memilih justru pilihlah anak udik itu, anak udik yang mau berusaha itu, yang walaupun dia berasal dari desa terpencil tapi militansi dan daya juangnya tinggi! Suatu saat dia akan berubah menjadi "Son of a Man!" - Phill Collins haha.
Coba juga dengerin lagunya Dewi Lestari "Malaikat juga tahu" atau "Sewindu"-nya punya Tulus, why? Untuk memahami hakikat cintalah apa lagi, cinta itu bukan hanya masalah kebersamaan dan kebahagiaan, tapi juga kebaikan bersama dan tumbuh tua dan dewasa bersama. Itulah alasan kenapa Ayah-Ibu ku memutuskan untuk menikah, karena mereka melihat cinta dalam perspektif yang sempurna, sempurna yang bukan tanpa celah, tapi saling melengkapi, sisi demi sisi menutupi celah dan kekurangan satu sama lain. Mereka ingin tumbuh bersama, menua berdua, mengarungi setiap petualangan, bahagia dan duka, canda dan luka bersama. Memang bersamanya penting, tapi tujuan dan komitmenlah yang membuat mereka bersama.
Kalau dalam semangat perjuangan masa lampau, Laki-laki hanya mempercayakan "punggungnya" kepada satu-satunya perempuan yang paling dicintainya, dibalik punggungnya terbentang kelemahannya dan semua ketidaksempurnaanya, sebuah kehangatan dibalik ketegasannya, sebuah kerapuhan jiwa, sebuah sisi yang seringkali lepas dari pandangannya. Jadi praktis "Ada kriteria tertentu" yang mendasari kita memilih seseorang, variabel dan kesesuainya juga harus diperhatikan.
"Cinta seorang yang dewasa berbeda dengan cinta remaja tanggung usia, diantaranya disisipi masa depan dan tanggung jawab, bukan bualan cinta dan ketidakpastian"
Bagaimana denganku sendiri? Well yah, aku hanya orang biasa, tapi aku menolak untuk hidup biasa saja, "Aku punya potensi" dan emang ga semua orang bisa lihat, oh atau lebih tepatnya emang ga semua orang aku perlihatkan potensiku. "Terlalu mudah untuk mencintai seseorang yang punya banyak kelebihan, kadang kita tertipu dalam paradigma kesempurnaan dan lupa esensi dari perjuangan. Aku ga akan sempurna dan ga akan pernah sempurna, karena sempurna adalah batasan, but that's why kita butuh pasangan, untuk menyempurnakan. Aku selalu berharap punya satu at least, walau dia entah dimana, tapi aku adalah penganut kepercayaan bahwa jodoh itu dekat, walau kadang justru tidak terlihat.