Posted by : Rendezvous Selasa, 02 Juni 2015

PELAJARAN CINTA NODY ARIZONA


Sebagai sastrawan, niscaya Nody Arizona tahu betul buku satu ini, Titik Balik Peradaban. Di halaman 321 itu, Fritjof Capra menuliskan begini:

“Perbedaan nyata yang pertama antara mesin dan organisme adalah kenyataan bahwa mesin itu dibangun, sedangkan organisme itu tumbuh. Perbedaan mendasar ini berarti bahwa pemahaman tentang organisme harus berorientasi pada proses … proses-proses yang mencerminkan organisasi yang dinamis …. sedangkan mesin ditentukan oleh strukturnya….”

Nody yang rambutnya ikal panjang tak perlu mengerutkan kening untuk sekadar menyangka saya tengah belagu memamerkan pandangan filsuf yang populer dengan Realitas Ultim-nya ini. Saya justru sedang ingin mengaguminya lho. Atas konspirasi saya sama Mas Tri, yang aslinya kalem sekali, yang tak sesuai sama sekali dengan pangkatnya sebagai mantan playboy.

Saya tiba di Angkringan Mojok di malam itu bersama Ve, Muhlis, dan Reza. Setelah menyantap beberapa bungkus nasi, mencicip kopi hitam pekat yang tak sanggup saya telan karena masalah asam lambung, saya menoleh-noleh mencari sosok Nody.

Kemarin malam saya janjian via whatsapp dengannya. Ditemani Mas Puthut yang rendah hati, akhirnya Nody muncul juga. Sontak saya merasa uwow sekali. Saya tentu sudah mendengar bahwaNody ini sering disebut lelaki yang dirubung kaum Hawa.

Tetapi, Nody tampak malu-malu. Ah, masak iya beliaunya yang dirubung kaum Hawa berkarakter malu-malu begitu, ya?

Duduk sejenak, berbincang sejenak, lalu ia pamit. Katanya, mau nemuin pembaca Minum Kopi di Kiko. Saya sempat menggodanya: “Palingan itu cewek.”

Dia tertawa, begitu juga Mas Puthut. Tawa yang berkarakter Capra. Saya kemudian lebih memilih percaya bahwa Nody semata sungkan sama Mas Puthut yang ada di depan saya, plus ada komitmen sama seorang cewek, sehingga ia memang harus pergi cepat. Bukankah lelaki yang baik selalu ada untuk cewek yang dijanjiin?

Tak lama kemudian, pimred Mojok pun datang dengan senyum lebarnya yang tak mencerminkan sama sekali betapa killernya ia menolak-nolak naskah semua orang. Eh, tapi, Don Carleone yangGodfather itu juga nggak nampak mafianya ya. Memang begitu, sang kombatan sejati sama sekali tak pernah tampak icik-icik. Senyum, tembak!

Sepanjang pulang, saya hanya teringat Nody.

Saya buka facebook dan menemukan status Mas Puthut yang kira-kiranya begini: “Siapa pun perempuan yang sedang bersama Nody Arizona, tolong bilangin bahwa dia sedang ditunggu perempuan lain di Angkringan Mojok.”

Bah!

Nody memberi!

Eh, kata “memberi” di sini saya adopsi dari bahasa Madura: “aberrik”. Memang artinya tak tepat diwakili kata “memberi”, sebab ia mengacu pada sebuah jeb, tekel, snap, dan sejenis gebrakan yang sangat jitu nan rapi.

Saya lalu keingetan kalimat Capra itu. Diam-diam, saya harus angkat topi pada Nody ini, yang pastilah kemampuannya “memberi” itu dianugerahkan oleh penguasaannya yang baik pada “proses organisme”.

Baik, biar saya perjelas.

Organisme dimaksud adalah makhluk hidup, sebutlah manusia, perkhusus lagi cewek. Capra hendak mengingatkan kita bahwa mendekati cewek jangan sekali-kali pakai cara “membangun” atau “menyalakan” bagai memperlakukan mesin. Jangan! Cewek adalah manusia, dan manusia selalu terkesan pada proses yang dinamis. Kau harus ingat selalu koentji ini.

Lihatlah, betapa cewek itu suka sekali dimawarin, digombalin, sebab itu mengambil peran “proses organisme” tadi. Jangan sekali-kali kau coba kasih oli, bensin, atau apalah yang mengesankan dia adalah mesin. Bahkan, hal-hal yang mulanya bernuansa “proses” bisa saja membuatnya illfeel bila kemasannya terlalu struktural kayak mesin. Misal, memberi cokelat atau mawar tanpa senyum terbaik dan kata-kata yang manis.

“Nih, cokelat, ambil, abisin!”

Walah, Nody tentu tak pernah melakukan mekanisasi cokelat sejenis ini. Beliaunya niscaya selalu ingat petuah Capra sehingga sangat piawai memanusiakan cewek, bahkan membidadarikannya.

Maka wajar saja bila Nody begitu dibetahi oleh kaum Hawa, termasuk yang dipesenin oleh Mas Puthut tadi, yang sedang kongkow di Kiko. Begitu juga cewek yang sudah duduk di Angkringan Mojok, niscaya akan selalu punya waktu untuk menunggu kehadiran Mas Nody.

Saya percaya, di luar kedua cewek yang feel so good banget di tangan Nody malam itu, berderetjubelan cewek lain yang selalu setia menunggunya. Diberi waktunya. Saya teringat sosok Pamuk dalam cerpen Hujan Pertama untuk Aysila, yang begitu tangguh membuat Aysila rela menunggu kedatangannya bahkan hingga hujan pertama menciumi tanah seperti yang dijanjikannya.

Nody adalah Pamuk, mereka adalah Capra, dalam kemampuan keduanya membuat cewek-cewek rela menunggu. Ya berkat penguasaan “proses organisme” itu tadi. Pertemuan dengan beliaunya, di mata cewek-cewek itu, pasti terlalu perkasa untuk dilewatkan oleh lezatnya ice coffee latte dansushi roll tuna. Dan itulah bedanya mesin, barang, benda, dengan manusia yang tak pernah menepiskan proses-proses.

Mungkin, kata-kata motivasi yang amat memanusiakan manusia telah begitu dihapal di luar kepala oleh Nody.

“Sebentar lagi aku datang, mana sanggup aku membuatmu menunggu jika bukan karena kemacetan.”

“Terlalu lama aku menantikan perjumpaan ini, dan hanya manusia bodohlah yang akan melewatkannya tanpa rintangan yang mempertaruhkan nyawa.”

“Aku akan menyesal seumur hidup bila sampai telat menjumpaimu, tetapi mengertilah bahwa jalanan Jogja kian tak menghadirkan mestakung.”

Saya akhirnya tak ragu untuk lalu menyimpulkan bahwa Nody adalah pengikut Capra sejati. Ia sukses menempatkan cewek sebagai Realitas Ultim. Soal masih menjomblo, buat apa dipermasalahkan, toh bagi para filsuf hidup ini adalah epistemologi, bukan definisi, kan?

Repost From: http://jombloo.co/pelajaran-cinta-nody-arizona/

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 AlL-A.M - Shingeki No Kyojin - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -