Posted by : Rendezvous
Jumat, 11 April 2014
Dalam Hidupmu, Apa yang kau inginkan?
Sebuah kata yang menurutku sangat dalam artinya, apa sih yang sebenernya kita inginkan dalam hidup? Kekayaan? Pasangan hidup? Jabatan? (dalam bahasanya harta-tahta-wanita?) atau sebuah kebahagiaan? Lalu apa sih arti kebahagiaan? Seperti apasih? Apakah kita bahagia kalau kita punya istri yang cantik, atau kah kita punya rumah yang luas? ataukah kita dikenal banyak orang? Well menurutku semua orang punya persepsinya masing-masing tapi aku selalu ingat pesan Ayahku "Nak, Bahagia itu sederhana"
Ayahku telah mencontohkan sebuah kebahagiaan dalam kesederhanaan, aku tidak pernah bilang bahwa Ayahku lebih baik dari pada ayah siapapun, karena pasti setiap orang punya kebaikan masing-masing, tapi aku rasa aku lah yang paling beruntung punya Ayah seperti dia. Ia sangat sederhana, sungguh, dihadapan keluarganya ia "telanjang", dalam artian disini ia tidak punya rahasia apapun, sungguh terlalu sederhana.
Ia mengajarkanku untuk hidup secukupnya saja, itulah makna sederhana. Ayahku juga lahir dari keluarga yang sederhana, Kakekku hanya seorang petani, Ia tuan tanah di desaku, tapi walau begitu kehidupannya biasa saja, Ia hanya hidup berkecukupan. Padahal tanahnya puluhan hektar, namun ia membaginya dengan masyarakat. Sungguh sederhana. Lalu Nenekku? Ia hanyalah seorang Guru SD, gajinya tidak seberapa, hanya cukup memberi makan setengah bulan saja. Sisanya? Hanyalah keringat dan peluh mengucur, membasahi tubuhnya.
Sesekali pernah aku tanya pada Ayah, "Yah kenapa kita hidup sederhana? bukankah itu sama sekali tidak hebat? Banyak orang terkenal diluar sana yang hidup luar biasa dan aku rasa mereka adalah orang yang hebat"
Lalu sejenak Ayah terdiam, ia memandangi buku diari lamanya. Aku (yang waktu itu masih kecil) pun terdiam, memandangi ayah. Lalu ayah berkata "Nak, Coba kamu baca buku ini, kamu bisa membacanya kan?" - "Iya ayah, aku bisa, ini buku apa ayah?" - "Ini semua kehidupan dan rahasia ayah selama ini, mungkin kamu belum cukup dewasa, tapi Ayah ingin kamu tau apa yang Ayah alami selama ini" - "Baiklah Ayah". Lalu singkat kata aku membaca setiap halaman dari kehidupan ayah, setiap halaman yang ditulis dalam tinta hitam, sebuah tinta yang mewarnai setiap perjalanan hidupnya.
Dulu dalam hidupnya, ia hampir sama sekali tidak pernah mendapatkan uang saku, ia hanya membawa bekal saja. Begitu pula pada waktu kuliah, uang bulanannya tidak cukup untuk hidup bahkan dalam takaran sederhana (nasi sayur). Sebagai gantinya ia membawa puluhan kilo beras untuk makan di Semarang. Ia bekerja mencari sedikit tambahan penghasilan untuk menyambung hidupnya, Alhamdulillah atas pertolongan Allah, cukup saja kebutuhannya. Buku tak punya, mesin ketik juga pinjam. Motor apalagi. Ia belajar dari buku pinjaman, ia makan dari hasil kerja kerasnya, walau begitu masih ada hal yang ia bagi dengan sesama. Pernah sesekali ia hanya makan sebungkus indomie.
Pedoman hidupnya adalah "Tak masalah walau harus miskin, tapi tak boleh bodoh" dan "Walau sekecil apapun, tinta adalah tinta, ia mewarnai, menorehkan kebaikan dalam sejarah. Walau sebanyak apapun air adalah air, ia hanyalah air yang membasahi dan menyembunyikan kebenaran sejarah. Maka jadilah tinta, jangan jadi air" - Artinya walau sederhana tapi berguna
Aku yang sekarang, jika harus mengingat apa yang dilakukan ayah, aku rasa aku tidak akan mampu. Aku yang masih mudah waktu itu juga, aku hanya terdiam, tanpa terasa air mataku menetes membasahi setiap lembaran lama-nya. Ia pernah menjadi kuli angkut selama beberapa tahun, beternak burung puyuh, berkelana dari Surabaya sampe Jakarta dan yang paling mencengangkan lagi adalah ketika aku tau, garis keturunan Ayah, "Ningrat"
Paginya aku bertemu dengan Ayah, aku terdiam dan tidak berani menatap muka Ayah. Aku hanya menyodorkan buku diari Ayah. Ayah pun hanya terdiam memandangiku yang mungkin sedikit aneh. Lalu ia buka lembaran-lembaran bukunya dan menatapku. Aku angkat bicara "Maaf Ayah, buku Ayah jadi basah".Ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala kecilku.
"Nak, apasih yang paling kamu inginkan di dunia ini? Punya mainan yang banyak? atau makan-makanan enak? ataukah pergi keluar negeri?" - Aku hanya terdiam. Apakah mereka yang seperti itu adalah orang hebat? - sekali lagi aku terdiam.
"Kakekmu juga orang yang hebat, tanahnya puluhan hektar, bisa saja ia mengerjakannya sendiri, dan sekarang telah menjadi seorang tuan tanah yang kaya raya, tapi ia tidak melakukannya, ia memilih untuk berbagi bersama dalam kesederhanaan bersama masyarakat di desa. Bukankah ia hebat?
"Lalu nenekmu? Ia walau hanya lulusan PGRI, tapi bakatnya mengajar tidak diragukan lagi, bisa saja ia mengajar di Jakarta dengan bayaran tinggi, tapi ia tidak melakukannya, ia memilih untuk berbagi ilmu dengan anak-anak desa yang kurang beruntung itu. Bisa saja sekarang ia kaya raya di Jakarta tapi ia memilih untuk hidup tenang dan sederhana bersama kakek di desa, bukankah itu hebat?
Aku hanya mengangguk tanpa sepatah kata, tenggorokanku sesak, air mataku tertahan. "Apakah kau tidak bahagia dengan kehidupan seperti ini nak? Haruskah kita kembali ke latar kerajaan dan bergelar Sultan? Keluarga kita kaya raya, bisa saja kita memilih untuk hidup dibalai kota, berkecukupan dan bahkan bergelimangan harta, tapi Ayah rasa itu bukan arti dari "Bahagia". "Nak Bahagia itu Sederhana, sesederhana melihat orang lain bahagia karena kehadiran kita"
Ya, tak ada satu halpun yang perlu aku buktikan. Baik itu masalah keturunan, kekayaan, atau apapun. Aku hanya ingin seperti "Ayah", ia hebat! Walau ia tak terkenal, walau hidupnya biasa saja terlepas dari harta kakek buyutnya. Aku belajar banyak hal dari ayah, terutama dalam dua hal yakni kesatria dan ningrat, karena di dalam darahku mengalir keduanya. "We are called Noble, not because our blood or our wealth, but our heart". Sebuah makna dari pedoman jawa kuno bahwa kesatria, ningrat, dan rakyat biasa adalah sama, semuanya berjuang untuk merdeka, hati mereka satu dan saling melengkapi, berbagi dalam kesederhanaan"
Sekarang pangeran jawa itu hanya bekerja sederhana di Pemerintah Daerah di Kebumen, menutup rapat silsilah keluarga , meninggalkan semua harta dan tahta yang akhirnya terdistribusi untuk rakyat istana dan memilih untuk hidup sederhana sebagai seorang kesatria.Engkau hebat Ayah, suatu saat aku juga ingin dan akan sepertimu, karena dalam diriku "Mengalir Darahmu"
Hebat menurutku bukan apa yang orang lain lihat dari kita, hebat adalah rasa bangga atas diri sendiri yang berjuang tanpa henti.Yah ga semua orang tau cerita kita kan? mereka hanya tau kita dari luarnya saja. "You only know my name, not my story". Yang bisa membuat kita hebat ya diri kita sendiri, walau keluarga dan kerabat juga berperan penting dalam menghebatkan kita.
Dan hebat itu adalah ketika kita berguna bagi orang lain dan tetap rendah hati seperti biasanya. Begitu pula dengan bahagia, bahagia itu sederhana, sesederhana melihat orang lain bahagia atas kehadiran kita". Itu kebijaksanaan jawa lama, tapi dalam maknanya.
Oh ya aku ada video nih
dari Facebook link-nya: https://www.facebook.com/photo.php?v=545188855600454
atau dari youtube: http://www.youtube.com/watch?v=cZGghmwUcbQ
dari Facebook link-nya: https://www.facebook.com/photo.php?v=545188855600454
atau dari youtube: http://www.youtube.com/watch?v=cZGghmwUcbQ
Sumber: Youtube Lina Loved
"Kebahagiaan adalah hal terpenting di dunia ini. Menyaksikan orang-orang bahagia karena kita adalah sesuatu yang tak ternilai"
Video ini dengan sempurna menggambarkannya.
Video ini dengan sempurna menggambarkannya.