Archive for November 2016
Ketika Pekat, Harum, dan Kentalnya Kopi berfilosofi
Kopi, saat kita mendengar itu pasti banyak hal yang akan terpikirkan mulai dari rasa asamnya, ada pula yang pahit, ada pula yang manis menggigit, dan ada pula yang membuat kita tidak bisa lupa bagaimana sensasinya. Tidak semua orang suka kopi dan aku mengerti itu. Namun bagiku, kopi bukan hanya sebuah benda maupun minuman konsumsi layaknya teh atau lainya. Kopi mengajarkan ku banyak hal mulai dari yang sederhana hingga arti sejati seperti seorang sahabat. Mungkin tidak banyak yang tau atau mungkin pula tidak banyak yang ingin tau, namun bagi mereka yang memang tau akan hal itu, baik mereka mengakuinya atau tidak, kopi lebih dari sekedar tuangan cairan hitam yang dianggap kotor itu.
Diantara banyak jenis kopi ada dua yang paling aku suka, satu Arabica dan satunya adalah Robusta, pun ada pula Kopi Luwak yang tak kalah terkenalnya dari dua sebelumnya. Arabika punya tekstur yang kental dengan citarasa yang asam dan terkadang pahit. Seperti halnya seorang sahabat, Arabika mengajarkan bahwa terkadang sindiran halus memberikan kita lebih banyak ruang daripada teguran. Asamnya menyibak kesungguhan didepan dan tidak meninggalkan rasa dendam menjeram dibelakang. Pahit pun Arabica memberikan pemahaman pada kita bahwa Skeptis tidak selamanya pesimis. Skeptis terkadang terbentuk karena sikap kritis dan berbagai kondisi yang tidak mungkin dihindari sepenuhnya. Pahit mengisyaratkan bahwa inilah keadaanya, sebuah kenyataan yang harus diterima. Ia tidak menaruh kebencian berupa racun yang membunuh, namun nasihat terbuka bagi mereka yang ingin menerima keadaan. Ia mengatakan kebenaran keadaan, bukan membencinya. Memang pahit, tapi tidak membahayakan jiwa.
Robusta, walau ia tak populer bak Arabika namun ia tetap mempertahankan jati dirinya. Ia mungkin terkesan terlalu positivis dengan rasa manis yang ditawarkan, tapi aku rasa ia tidak bodoh. Ia tetaplah kopi yang kritis bukan susu yang membuai. Ia mengutarakan harapan (manis) disela asamnya dunia. Teksturnya mungkin tidak mencerminkan siapa ia karena ia lebih kasar daripada saudarinya. Namun walau seperti itu pun, Robusta tetap menjadi pilihan walau bukan idaman. Fisik tidak selalu menjadi takaran atas ketulusan sesuatu dan harapan tidak selalu palsu, arabika mungkin mengungkapkan apa yang memang terjadi pada dunia, tapi Robusta hanya teralu keras kepala. Ia terlalu bodoh untuk menyerah, kata orang orang. Namun ia sendiri tidak mempedulikan itu, Ia tetap menawarkan citarasa manis nya harapan dan tidak pernah menyerah walau fisiknya jauh dari apa yang diharapkan para penikmat kopi lainnya.
Hm...Lalu bagaimana dengan Luwak? Oh ia tetaplah kopi walau berasal dari tai (pantat seorang luwak). Ia bersikukuh bahwa walau pun ia pernah menjadi sesuatu yang tidak berguna tapi apapun itu, didunia ini kita selalu punya tempat. Dengan Suhu yang tepat, tempat, dan sahabat, ia tumbuh menjadi sesuatu yang sangat amat dicintai para penikmatnya. Dulu penikmatnya mencacinya karena ia berasal dari tempat yang kotor. Ia berjuang untuk mendapatkan sertifikat halal itu yang dibutuhkan untuk kepastian penikmatnya. Bukan untuk membuktikan bahwa penikmatnya salah tapi untuk membuktikan bahwa darimanapun ia berasal, selama ada kemauan pasti akan ada tempat baginya di semesta ini. Ia tidak malu dan sebagai gantinya ia tetap maju.
Kita tidak bisa disukai semua orang tapi kita selalu bisa menemukan tempat dimana seharusnya kita berada kalau kita tidak menyerah
Hitamnya kopi bukan berarti kotor,
walau terdampah tekstur kasar didalamnya (ampas)
namun bukanlah takaran atas kesucian dan ketulusanya
Ia mungkin manis, asam, pahit namun ia tetap kopi
Menawarkan karakter dan prinsip yang walau berbeda
namun konsisten
Ia membantu memulai hari dengan inspirasi
dan kewaspadaan
dimalam hari ia setia menemani ketika kita bekerja keras
ia membuat kita terjaga diantara gelapnya semesta
tidak tidak tidak katanya
aku bukanlah penjagamu
Aku hanyalah kopi, tegasnya
Aku penyaji dan kau penikmatku
Hanya itu, ya itu sahaja